Satubanten.com- Pembahasan mengenai pernikahan menjadi topik yang ramai dibicarakan di media sosial. Hal ini bermula dari cuitan @odongpejjj mengenai pernikahannya yang dilakukan secara sederhana. Ia menjelaskan jika pernikahannya gratis karena dilakukan di KUA bahkan ia juga berfoto bersama istrinya dengan latar pohon pisang.
Namun, ternyata cuitan yang dibuat menuai pro kontra. Beberapa pihak berpendapat jika hal seperti itu tidak mudah karena mengingat kemauan orang tua atau keluarga yang tidak selalu sama. Ada juga yang berpendapat jika pernikahan yang dilakukan dengan sederhana seperti ini bukan masalah, bahkan biaya pernikahan dapat dialihkan ke kebutuhan lainnya, dan yang penting calon pengantin dapat menjadi sepasang suami istri yang sah secara agama dan negara.
Pernikahan memang menjadi sesuatu yang sakral, sesuatu yang perlu diputuskan bersama untuk diadakan secara sederhana maupun secara mewah. Lebih lanjut @odongpejjj kembali mengutarakan pendapatnya jika pernikahan baik yang dilakukan di KUA maupun resepsi dengan niat yang baik akan berdampak baik pula.
Melihat berbagai tanggapan yang pro maupun kontra, acara pernikahan memang perlu dipertimbangkan dengan matang karena hal ini menjadi acara yang melibatkan dua keluarga. Beberapa hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan keputusan untuk menikah hingga bagaimana acara pernikahan diadakan.
. Keadaan Psikologis dan Keluarga
Keinginan menikah tentu sebaiknya hadir karena keinginan sendiri dan pasangan, bukan karena desakan orang tua bahkan orang-orang sekitar. Keputusan menikah juga perlu mempertimbangkan kesiapan diri sendiri, kesiapan mental, hingga keadaan keluarga, apakah keluarga menyetujui, apakah memungkinkan jika pernikahan dilakukan dalam waktu dekat, dan lainnya.
. Mempertimbangkan Keinginan Diri Sendiri, Pasangan, & Keluarga
Calon pengantin perlu mempertimbangkan keinginan diri mereka sebagai orang yang mengadakan acara, apakah ingin dilakukan secara sederhana atau diadakan secara meriah. Calon pengantin juga dapat berdiskusi dengan kedua keluarga dan keinginan mereka dalam mengadakan acara sebab tak dapat dipungkiri, latar belakang sosial budaya dalam hal ini amat menentukan, misal apakah perlu mengadakan pernikahan secara adat atau bisa di KUA saja. Jika terdapat perbedaan pendapat, calon pengantin dapat mengutarakan alasannya kenapa mereka memutuskan hal seperti itu dan menjelaskan penyelesaian yang berterima bagi pihak keluarga, misal saat ini nikah KUA tetapi bisa mengadakan upacara adat di keluarga mertua, saat pindahan, atau prosesi lainnya.
. Kemampuan Pembiayaan
Calon pengantin juga perlu melihat kemampuan yang bisa mereka lakukan terutama dalam pembiayaan. Ada beberapa pengantin lebih memilih melakukan pernikahan dengan sederhana dan mengalokasikan dana lainnya untuk keperluan kehidupan berumah tangga. Ada pula yang merasa mampu dan menganggap jika pernikahan yang hanya dilakukan satu kali seumur hidup ini perlu diadakan dan dirayakan dengan sanak saudara juga teman-teman dengan meriah.
Pembahasan mengenai pernikahan tidak hanya menjadi topik yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini, namun juga sudah menjadi topik yang banyak diangkat oleh para penulis Indonesia dalam sebuah karya. Seperti di platform menulis dan membaca digital Cabaca, tidak sedikit karya penulisnya yang mengangkat topik pernikahan.
Seperti novel Git and Ran’s Marriage karya Signaturecoffee yang mengisahkan tentang Brigita, seorang cucu dari konglomerat Aswindo, dipertemukan dalam ikatan perjodohan dengan Pangeran yang juga merupakan anak konglomerat. Dalam keadaan saling membutuhkan satu sama lain, mereka menyepakati untuk menikah. Namun, pernikahan dengan tujuan bisnis itu semakin hari semakin tidak wajar. Ada satu titik di mana keduanya harus bisa menelaah perasaan dan komitmen masing-masing.
Selain novel Git and Ran’s Marriage, ada pula novel lainnya dengan topik pernikahan. Seperti Untouchable Wedding Dress karya Oktaehyun, lalu Infinity Fate karya Tyanhardiana, Wedding Dress for My Ex karya Revenura, The Resident karya Nathaalzahidi, dan lainnya.
Seperti yang dikatakan oleh Fatimah Azzahrah, Co-Founder Cabaca, “Bisa dibilang novel tentang pernikahan adalah topik nomor satu di platform Cabaca. Hal ini wajar sebab pernikahan kan momen yang diharapkan hanya terjadi sekali dalam seumur hidup dan novel adalah bangunan dunia sederhana yang kurang lebih menggambarkan kehidupan nyata,” ungkapnya saat diwawancarai secara daring pada (06/02/2023). Banyak orang mencari jawaban atas kegelisahan mereka tentang kehidupan pernikahan, dari dalam novel. “Nikah karena perjodohan dari dulu sudah ada, dari zaman Siti Nurbaya. Nggak lantas sekarang cerita pernikahan jadi hilang. Konteks sosial budaya dan ekonominya saja yang berubah, mengikuti yang dipahami masyarakat.” (Sbs/Fanny K)
Comments are closed.