Satu berita mengulas segalanya

Menelaah Sistem Evaluasi Pendidikan yang Inklusif dan Berkualitas

45

 

Oleh : Muhammad Zaini Guru PAI SDN Candi Burung 2

 

Opini, Satubanten.com- Pengesahan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 9 Tahun 2025 tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA) menandai sebuah upaya strategis pemerintah untuk memperbaiki sistem evaluasi pendidikan yang selama ini menghadapi sejumlah kelemahan. Secara substansial, TKA menjadi instrumen baru yang berusaha menjawab kebutuhan proses asesmen yang lebih inklusif dan adil, terutama bagi peserta didik dari jalur nonformal dan informal. Kebijakan ini secara eksplisit merespons kritik terhadap ketidakseragaman standar penilaian nasional yang berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan disparitas, terutama antara peserta didik di wilayah perkotaan dan daerah terpencil.

TKA hadir dengan konsep inklusif, yang diharapkan mampu menjangkau berbagai jalur pendidikan—formal, nonformal, hingga informal. Ini merupakan terobosan penting yang jika diimplementasikan secara efektif dapat menjadi jembatan penyetaraan akses pendidikan. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat tantangan signifikan terkait kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia (guru dan pengawas), serta penyediaan materi yang sensitif terhadap keragaman budaya dan kondisi sosial ekonomi peserta didik.

Dari perspektif teknis, mengembangkan instrumen asesmen yang adaptif dan kontekstual—seperti yang diutarakan Dr. Irma Kurniasari—memerlukan proses yang rumit dan membutuhkan data lapangan yang komprehensif. Jika tidak, risiko distorsi akibat “one-size-fits-all” akan muncul, yang pada akhirnya justru memperlebar ketimpangan penilaian.

Diakui bahwa salah satu fungsi TKA, adalah hadir sebagai alat penilaian sekaligus seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Meskipun ini memperkuat relevansi TKA dalam sistem pendidikan nasional, tentu juga ada risiko terjadinya distorsi tujuan pendidikan—yaitu dari pembelajaran bermakna menjadi pembelajaran yang berorientasi “teaching to the test.” Jika guru dan lembaga pendidikan terlalu fokus pada penguasaan materi tes semata, maka kualitas pembelajaran holistik dan pengembangan karakter peserta didik berpotensi terabaikan.

Pemerintah perlu menegaskan bahwa TKA tidak semata-mata untuk seleksi, tetapi juga sebagai alat asesmen formatif yang membantu proses pembelajaran. Hal ini membutuhkan pelatihan guru secara intensif, pengawasan ketat, serta pengembangan budaya belajar yang berpusat pada peserta didik.

Menguatkan Akuntabilitas Pendidikan Berdaya Saing Global

Dengan standarisasi nasional, TKA dapat mengurangi disparitas capaian akademik antarwilayah dan jalur Pendidikan dan membuka akses pengakuan hasil belajar yang setara. Ini adalah langkah maju dalam memperjuangkan keadilan sosial di bidang pendidikan. Namun demikian, penguatan akuntabilitas melalui data TKA juga harus diikuti dengan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) dan transparansi penggunaan data tersebut.

Penting pula bagi pemerintah untuk memastikan bahwa data TKA tidak disalahgunakan hanya sebagai alat kontrol administratif, tetapi juga sebagai sumber insight untuk memperbaiki mutu pendidikan secara menyeluruh.

Adopsi sistem evaluasi berbasis kompetensi sesuai dengan tren global menunjukkan kemauan Indonesia untuk menyelaraskan kualitas pendidikan dengan standar internasional. Dengan catatan, adaptasi sistem global tersebut harus tetap mempertimbangkan konteks lokal yang sangat beragam, mulai dari geografis, budaya, hingga infrastruktur pendidikan.

Pengalaman negara-negara maju yang telah lama menerapkan asesmen nasional menunjukkan bahwa keberhasilan terletak pada kesinambungan pelaksanaan, komitmen pembelajaran berkelanjutan, dan partisipasi semua pemangku kepentingan. Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk fase jangka panjang, bukan hanya implementasi awal.

Dalam hal ini, TKA sebagai sebuah langkah maju yang potensial dalam membangun sistem evaluasi pendidikan Indonesia yang inklusif, adil, dan kredibel, perlu ditelaah keberhasilannya. Hal itu harus diperkuat dengan desain instrumen yang sensitif terhadap keragaman peserta didik, kesiapan pelaksanaan yang matang, dan pengelolaan hasil asesmen yang transparan serta berorientasi pada perbaikan mutu pendidikan.

Pemerintah dan semua pemangku kepentingan harus mengevaluasi secara berkelanjutan, agar TKA tidak menjadi sekadar “alat seleksi” atau instrumen administratif semata, tetapi benar-benar menjadi bagian integral dari ekosistem pendidikan yang mendukung pembelajaran bermakna dan keadilan sosial. Jika hal ini tercapai, maka TKA dapat menjadi pilar transformasi pendidikan Indonesia menuju sistem yang merata, berkualitas, dan berdaya saing global. (Sbs)

Comments are closed.