Satu berita mengulas segalanya

Kemenkes Akan Pelajari Putusan MA Terkait Vaksin Bagi Umat Muslim Harus Halal

132

Jakarta, SatuBanten – Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pihaknya akan mempelajari putusan Mahkamah Agung yang menyatakan vaksin Covid-19 bagi Muslim harus halal. Putusan itu merujuk amanat Undang-Undang tentang Jaminan Halal.

“Kami pelajari dulu (putusan MA),” kata Nadia saat dikonfrimasi, Jumat (22/4/2022).

Diketahui, MA mengalahkan Presiden RI dalam judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99/2020 tentang pengadaan vaksin. MA menyatakan, vaksin Covid-19 bagi Muslim harus halal, sebagaimana diamanatkan UU Jaminan Halal.

Putusan itu diketok Ketua Majelis, Prof Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono. Judicial review itu diajukan oleh Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI). Adapun termohon adalah Presiden RI Joko Widodo.

YKMI mengajukan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99/2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Pemohon menilai vaksin ketiga yang menggunakan tiga vaksin, yaitu Moderna, Pfizer, dan AstraZeneca, belum mendapatkan sertifikat kehalalan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Menurut pemohon, Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tersebut bertentangan dengan UU Jaminan Produk Halal (JPH) dan PP Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU JPH. “Jadi, tentang vaksinasi itu bertentangan dengan UU di atasnya, yakni UU Jaminan Produk Halal (JPH). Di UU Pasal 4 disebutkan bahwa produk yang beredar di seluruh Indonesia harus bersertifikat halal,” kata pemohon.

Dalam salinan putusannya, MA menerangkan, pemerintah tidak bisa serta merta mamaksakan kehendaknya kepada warga negara Indonesia untuk divaksin dengan alasan apapun dan tanpa syarat.

“Bahwa pemerintah dalam melakukan program vaksinasi Covid-19 di wilayah Negara Republik Indonesia (NRI), tidak serta-merta dapat memaksakan kehendaknya kepada warga negara untuk divaksinasi dengan alasan apa pun dan tanpa syarat, kecuali adanya perlindungan dan jaminan atas kehalalan jenis vaksin Covid-19 yang ditetapkan, khususnya terhadap umat Islam,” demikian bunyi putusan MA dikutip di Jakarta, Kamis (21/4/2022).

Tindakan pemerintah yang menetapkan jenis vaksin belum (memperoleh sertifikat) halal ke masyarakat, khususnya umat Islam, berdasarkan bunyi salinan MA, adalah nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dengan kondisi itu, MA berpandangan, pemerintah tidak konsisten dalam menetapkan jenis vaksin untuk pelaksanaan vaksinasi bagi masyarakat, khususnya terhadap umat Islam.

“Jaminan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah dalam negara hukum Indonesia, selain dijamin dalam pembukaan dan batang tubuh UUD NRI 1945, juga diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Jaminan atas kebebasan beragama dan beribadah selanjutnya diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang didasari oleh Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Pandangan Hidup Bangsa Indonesia tentang HAM dan Piagam HAM,” jelasnya.

Berdasarkan putusan MA, diatur dalam hak kebebasan beragama dan beribadah, merupakan salah satu hak yang bersifat nonderogable, artinya tidak dapat dikurang-kurangi pemenuhannya oleh negara dalam kondisi apapun. Atas norma tersebut, jelas dan tegas membebankan kewajiban kepada negara agar menjamin penghormatan dan perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah tersebut.

Yang paling utama yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara adalah kebebasan internal (internal freedom) dari agama, yaitu menyangkut keyakinan terhadap doktrin atau akidah suatu agama. “Kebebasan inilah yang tidak dapat diintervensi oleh negara dengan tanpa syarat,” demikian putusan MA. (***)

Comments are closed.