Satu berita mengulas segalanya

Jejak Keluarga Van Gogh di Sawarna

66

Bayah, – Tak banyak yang tahu, di Desa Wisata Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten, terdapat sebuah makam yang mempunyai kaitan erat dengan maestro pelukis dunia Vincent van Gogh.

Makam dengan tinggi satu meter dan berbentuk persegi tersebut saat ini diselimuti lumut. Tulisan di nisannya pun nyaris tak bersisa. Di makam tersebut, Jean Louis van Gogh bersemayam.

Jean Louis van Gogh merupakan sepupu dari Vincent van Gogh. Jean Louis merupakan pengusaha asal Belanda yang membuka perkebunan kelapa di sepanjang Pantai Ciantir, Sawarna.

Sawarna terletak 200 kilometer dari Jakarta atau 130 kilometer dari Kota Serang.

“Sekitar 1907, Jean Louis membuka perkebunan kelapa seluas 54 hektare, tepatnya terletak di pinggir Pantai Ciantir dan Tanjung Layar,” ujar Agus salah satu guide Sawarna.

Agus menceritakan saudagar tersebut banyak menggunakan pekerja berasal dari luar Banten, tapi masih di Pulau Jawa, karena kondisi desa yang masih hutan belantara.

Seiring perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk, terbentuklah komunitas penduduk yang diberi nama Sawarna.

Menurut cerita para tetua kanpung, sambung Agus, selain berusaha memajukan usahanya Jean Louis van Gogh juga memiliki cita-cita agar tempat usahanya kelak dikenal oleh generasi selanjutnya, tempat yang termasyur hingga ke mancanegara.

“Pada kenyataannya, sekarang Desa Sawarna telah menjadi desa yang memiliki gaung wisata yang cukup terkenal di seluruh negeri,” ujar Agus.

Agus yakin Desa Sawarna akan menjadi desa yang terkenal dan diminati para pelancong karena keindahan alamnya.

Jean Louis van Gogh dimakamkan di lokasi perkebunan. Makamnya baru ditemukan sekitar tahun 2000-an.

“Dulu aparat desa saat zaman Pak Erwin menanyakan langsung pada keluarganya di Belanda melalui kedutaan dan membenarkan ada makam keluarga Van Gogh di Desa Sawarna,” ujar Agus.

Desa Wisata
Sejak ramai dikunjungi para peselancar dari berbagai negara, pamor Sawarna semakin mendunia.

Kini Desa Sawarna, bermetamorfosis dari sekadar perkebunan kelapa menjadi desa wisata. Dengan mudah ditemukan, banyaknya “homestay” atau rumah penduduk yang disewakan pada pendatang.

Agus menyebutkan setidaknya terdapat ratusan rumah warga yang difungsikan sebagai penginapan dengan biaya Rp200.000 hingga Rp700.000 per malam.

“Biasanya kalau akhir pekan semua rumah warga penuh terisi. Selain menyediakan penginapan, warga juga menyediakan makan dan minum para tamunya,” jelas dia.

Perkampungan warga tersebut terletak antara perkebunan kelapa dan persawahan. Kondisi tersebut membuat wisatawan mau berlama-lama di desa wisata tersebut.

Desa Sawarna memiliki luas 1.700 hektare yang terdiri dari 10 rukun warga dan 30 rukun tetangga. Penduduknya pun multietnis, karena sebagian besar pekerja perkebunan kelapa di di desa itu dulu didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Desa itu juga menorehkan sejarah kelam, karena ratusan ribu nyawa romusha sia-sia karena pembuatan jalur kereta api Saketi-Bayah, yang sekarang tak lagi difungsikan.

Sebagian besar penduduk mempunyai profesi sebagai petani, perajin, buruh tani, buruh, dan pedagang dan pencari batu bara.

Akan tetapi sejak Sawarna mulai dikenal wisatawan, banyak penduduk yang juga mempunyai profesi sampingan sebagai pemandu wisata.

“Penghasilan penduduk semakin meningkat dua kali lipat,” kata Agus.

Agus biasanya mengantarkan pengunjung dengan menggunakan sepeda motor yang dimilikinya. Sehari dikenakan biaya Rp200.000 ketika akhir pekan dan Rp150.000 pada hari biasa.

Agus mengantar pengunjung mulai pukul 05.00 WIB hingga terbenamnya matahari. Pertama-tama, Agus akan mengantar ke Pantai Legon Pari. Di pantai tersebut, pengunjung bisa menyaksikan indahnya matahari terbit.

Dilanjutkan ke Karang Taraje, hempasan ombak selatan Jawa yang menghantam karang membuat air laut yang turun dari atas karang seperti air terjun.

“Pengunjung bisa wisata gua ke Gua Lalay. Saya akan menemani kemana keinginan pengunjung. Biasanya ditutup di Pantai Tanjung Layar, menunggu matahari terbenam dibalik dua karang besar,” jelas Agus.

Setidaknya ada lima jenis wisata di desa itu yakni wisata bahari yang terdiri dari Pantai Ciantir, Pantai Pulo Manuk, Pantai Legon Pari, Pantai Tanjung Layar, dan Pantai Sikabayan.

Kemudian, wisata gua yakni Gua Langir, Gua Lalay, Gua Lauk, Gua Sikadir, dan Gua Camaul. Wisata ziarah yakni Lawang Saketeng dan Tumenggung.

Selanjutnya juga ada obyek wisata hutan lindung dan hutan produksi.

Potensi wisata lainnya, adalah wisata tambang yang terdiri dari penambangan batu bara, pasir kuarsa, batu karsa, batu kapur, dan batu kaca.

“Hanya saja sarana infrastruktur jalan dan penunjang wisata di desa ini masih minim,” keluh Agus yang mempunyai tiga orang anak tersebut. (*)

Comments are closed.