Jakarta, Satubanten.com- Profesi Pekerjaan Sosial berpotensi menjadi obat penawar dari kompleksnya
masalah sosial di Indonesia hari ini dan di masa depan. Dengan upaya-upaya edukasi dan klarifikasi tentang
apa itu profesi pekerjaan sosial dan perlakuan yang lebih memartabatkan, profesi ini berpotensi membantu mengatasi tantangan pembangunan dan keadilan sosial serta masalah-masalah sosial.
“Mengembalikan Agenda SDG 2030 ke jalur yang tepat menjadi semakin mendesak. Pemulihan dari dampak
pandemi COVID-19, perlambatan ekonomi, dan meningkatnya frekuensi dan keparahan bencana terkait iklim mengingatkan bahwa tidak ada siapapun yang aman sebelum kita semua aman, dan bahwa tidak ada satu sektor pun yang dapat melakukannya sendirian” kata Valerie Julliand, UN Resident Coordinator di pada kesempatan perayaan Hari Pekerja Sosial Sedunia bersama lembaga-lembaga PBB dan para pekerja sosial Indonesia di Gedung PBB di Jakarta, Selasa 4 April 2023.
Masalah sosial berdampak tertinggalnya kelompok-kelompok rentan termasuk perempuan kepala rumah tangga, anak-anak, para disabilitas dan penyandang penyakit kronis dan lansia serta komunitas terpencil.
Justru mereka yang paling membutuhkan layanan dasar seringkali paling sulit mendapatkan akses. Menjawab ini, “Profesi Pekerjaan Sosial mempunyai nilai, prinsip, kompetensi dan kepakaran yang menjadi nilai tambah yang penting dalam upaya perubahan dan pembangunan sosial dan penanganan masalah- masalah sosial sekarang dan dimasa depan” dijelaskan oleh Joachim Mumba Presiden International
Federation of Social Workers (IFSW) yang ikut merayakan dari Lusaka – Zambia. Hari Pekerjaan Sosial Sedunia sejak tahun 80-an dirayakan bersama oleh IFSW dan PBB saban tahun di akhir Maret, baik di New York maupun Geneva. Perayaan itu mengingatkan semua pihak akan kesamaan prinsip dan tujuan antara PBB dan profesi pekerjaan sosial, dan mendorong digalinya peluang kerjasama demi mengatasi masalah sosial dan mendorong pembangunan dan keadilan sosial menuju SDGs.
Di Indonesia, profesi pekerjaan sosial diperkenalkan atas prakarsa dan dukungan dari PBB dengan pendirian
kursus pada perguruan tinggi kesejahteraan sosial di awal tahun 60-an. Sekarang di Indonesia sudah terdapat 32 pendidikan ilmu terapan pekerjaan sosial / ilmu kesejahteraan sosial. “Profesi Pekerjaan Sosial sekarang sejajar dengan profesi kedokteran, keinsinyuran, dan advokat” kata Puji Pujiono, Ketua Umum Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) mengacu pada Undang- Undang nomor 14 tahun 2019 tentang Pekerja Sosial.
“Untuk menjadi pekerja sosial, diperlukan gelar sarjana pekerjaan sosial terapan, ilmu kesejahteraan sosial,
atau ilmu sosial tertentu, mendapatkan sertifikasi profesi dari pendidikan profesi, dan sertifikat kompetensi
setelah lulus uji kompetensi oleh organisasi profesi” demikian penjelasan Aisyah Arifin, seorang pekerja sosial anak dan keluarga serta adiksi dan Napza dari Jayapura, Papua.
Lebih dari 30 Rumah Sakit di Indonesia memiliki pekerja sosial yang berperan melengkapi intervensi medis
dengan perbaikan dan penguatan hubungan interpersonal antara pasien dan keluarganya dengan lingkungan sosialnya, demikian kata Kristina Ririn Kristanti yang bekerja sebagai pekerja sosial medis di RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta, yang juga ketua Asosiasi Pekerja Sosial Medis Indonesia (APSMI).
Sementara Wawan Setiawan, ketua Asosiasi Pekerja Sosial Anak dan Keluarga Indonesia (APSAKI)
mengatakan bahwa anak-anak di jaman sekarang semakin memerlukan perlindungan baik dari ancaman kekerasan dan pelanggaran hak di dunia konvensional dan lebih-lebih lagi dari bahaya eksploitasi serta pelecehan seksual di dunia digital.
Terkait penanganan adiksi dan Napza, pekerjaan sosial tetap berada di garis depan untuk membantu
komunitas dan individu melalui prevention, rehabilitasi, harm reduction, dan pemberdayaan baik di lembaga-lembaga maupun berbasis komunitas, demikian penjelasan Ester Budhi dari Asosiasi Pekerja Sosial Adiksi dan Napza Indonesia (APSANI).
Merespon kekeliruan anggapan umum bahwa pekerjaan sosial adalah pekerjaan amal, bantuan, donasi, dan
relawan, Puji Pujiono menjelaskan bahwa semua pihak sama -sama bertanggung jawab untuk mensosialisasikan Undang Undang Pekerja Sosial dan menerapkannya di bidang masing-masing.
Mengingat tantangan sekarang dan kedepan, profesi pekerjaan sosial di Indonesia berpotensi menjadi mitra
dan menjadi antidot masalah-masalah sosial. “Kita perlu memanfaatkan setiap peluang, termasuk kemitraan
dengan profesi pekerjaan sosial, untuk memastikan bahwa dalam pemulihan dan pembangunan sosial, tidak
seorang pun tertinggal” tutup Valerie Julliand. (Sbs/Nia Aulia)
Comments are closed.