Satubanten.com– Siapa yang tak mengenal sosok pembalap wanita Indonesia, Diandra Gautama? Mungkin, bagi sebagian besar masyarakat yang menyukai dunia otomotif tidak akan asing dengan namanya. Diandra Gautama adalah pembalap Mercedes-Benz 3.200cc kelas private asal Indonesia berbakat. Selain aktif menjadi pembalap mobil kelas private, model, dan brand ambassador beberapa merk terkenal, ternyata ia juga memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Ibu muda kelahiran 28 Januari 1990 ini mulai memiliki ketertarikan pada dunia otomotif sejak duduk di bangku sekolah dasar (SD). Kecintaannya tersebut tumbuh dari pengaruh sang ayah, Chandra Gautama, yang juga merupakan seorang pembalap nasional. Selain itu, ia juga kerap menyaksikan ajang F1 dan balapan lainnya.
“Dulu pas saya kecil itu, ayah saya hobi sekali ngutak-ngatik mobil. Jadi, karena sering lihat ayah, saya akhirnya ikut-ikutan ngoprek juga deh. Nah, dari sana saya mulai menyukai seputar mobil dan punya cita-cita pengen jadi pembalap mobil,” ungkapnya.
Tentu, keinginan Diandra menjadi seorang pembalap mobil didukung oleh orang tuanya. Diandra mulai aktif terjun balapan saat berada di sekolah menengah pertama (SMP) dan bergabung dengan Mercedes-Benz Club Indonesia. Menepis pandangan jika profesi pembalap pada umumnya memang diminati laki-laki, Diandra terus membuktikan bahwa perempuan pun bisa melakukan kegiatan yang biasa dilakukan laki-laki.
Menurut Diandra, hal ini menjadi peluang dan kesempatan besar untuk mencoba hal baru yang jarang diminati orang lain. Menjadi sosok pembalap wanita terbilang minoritas, tidak membuat Diandra putus asa untuk membuktikan bahwa wanita juga memiliki kemampuan untuk itu.
“Memang menjadi pembalap wanita itu tidak mudah. Mungkin karena stigma yang beredar di masyarakat jika dunia otomotif itu berkaitan erat dengan laki-laki saja. Tapi jika kita merasa punya skill, passion, dan percaya diri kenapa tidak dicoba dan fokus buat ngejar cita- cita tersebut,” ujarnya.
Namun, dibalik kesuksesan karir Diandra ternyata ia juga memiliki jiwa sosial yang tinggi. Baginya berbagi itu adalah kebahagiaan, karena di saat seseorang dapat memberi kepada orang lain, hal itu menjadi bagian dari kebahagiaan yang akan timbul di dalam diri masing- masing. Apalagi, jika bantuan diberikan kepada orang-orang terdekat seperti keluarga atau sanak saudara yang sedang membutuhkan.
“Saat kita melihat keluarga terdekat atau saudara yang mungkin sedang bersedih dengan kondisinya, terus kita bantu itu jadi kebahagiaan tersendiri saat kita bisa membantu mereka tentunya,” katanya.
Kemudian Diandra menyampaikan apa saja kiat berbagi yang ia jalankan, yaitu dengan mengutamakan orang-orang terdekat dan sekitar, sedangkan untuk orang lain bisa diamanahkan kepada lembaga terpercaya. Diandra sendiri merupakan salah satu muzakki aktif dari LAZ Al Azhar.
Pengalamannya saat berbagi telah membuat Diandra merasakan ketenangan dan kebahagiaan.
“Kebahagiaan itu sendiri yang dirasakan. Karena pada dasarnya kebahagiaan batin itu tidak bisa diungkapkan dan juga nggak bisa dibeli. Semua itu hadir secara alamiah mengalir saja,” jelasnya.
Adapun tips konsisten untuk yaitu dengan memulainya dan tidak terpaku pada jumlah yang kita berikan. Karena bagi Diandra sendiri berbagi itu bukan skala besarnya, tapi seberapa besar kemampuan kita untuk mengeluarkan sebagian harta kita. Mungkin, untuk sebagian orang yang masih belum bisa berbagi karena alasan harta yang dimilikinya tidak banyak jadi enggan untuk berbagi. Padahal meskipun berbagi dalam nominal kecil itu akan sangat berharga bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. (Sbs/Adidah)
Comments are closed.