Berikut Alasan Indonesia Akan Menjadi Tuan Rumah Seminar Sustainable Mobility: Bioethanol Talks

28

Serang, Satubanten – Indonesia akan menjadi tuan rumah edisi ke-9 dari seminar Sustainable Mobility: Bioethanol Talks, yang pertama kali diadakan sejak kontribusi bahan bakar nabati terhadap transisi energi mendapatkan momentum dengan diluncurkannya Aliansi Global untuk Bahan Bakar Nabati dalam kerangka kerja G20.

Acara ini akan diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober, mempertemukan para ahli dari Brasil, Indonesia, dan negara-negara Asia lainnya untuk mendiskusikan cara-cara dekarbonisasi matriks transportasi dengan menggunakan bahan bakar nabati. Acara ini dipromosikan oleh Asosiasi Tebu Brasil dan Industri Bioenergi (Unica), Cluster Bioetanol Brazil (APLA), dan Kementerian Luar Negeri Brasil, yang bekerja sama dengan Badan Promosi Perdagangan dan Investasi (ApexBrasil).

“Bioethanol Talks adalah kesempatan unik bagi kami untuk bertukar pengalaman, mendiskusikan keberhasilan dan tantangan, mengubah dan mengadaptasi rute teknologi untuk maju dalam dekarbonisasi dari matriks transportasi, yang bertanggung jawab atas hampir 25% emisi gas rumah kaca,” kata Presiden Unica, Evandro Gussi.

Acara ini akan dibuka oleh Menteri Luar Negeri Brasil, Duta Besar Mauro Vieira. Debat teknis dibagi menjadi empat panel tematik: kebijakan publik; bioetanol di Asia Tenggara; penggunaan bioetanol dan industri otomotif; dan solusi teknologi untuk dekarbonisasi.

Di Indonesia, pencampuran bioetanol dalam bensin merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk memperluas energi terbarukan. Pada bulan Juni tahun ini, perusahaan energi negara mengumumkan dimulainya penjualan bensin dengan 5% bioetanol, yang diproduksi dari tebu, di dua kota – Jakarta dan Surabaya (di pulau Jawa).

Pemerintah telah menyatakan niatnya untuk meningkatkan campuran bioetanol dalam bensin secara bertahap. Implementasi mandat pencampuran E10 secara nasional akan membutuhkan sekitar 890 juta liter bioetanol per tahun – negara ini menargetkan untuk memproduksi 1,2 miliar liter bioetanol tebu pada tahun 2030.

“Indonesia memiliki potensi yang produktif untuk meningkatkan industri bahan bakar nabati, dan kami dapat berkontribusi dengan berbagi solusi untuk agroindustri tebu, seperti yang telah dicontohkan melalui kemitraan kami dengan India,” kata Flávio Castellari, Direktur Eksekutif dari APLA.

Castellari menjelaskan bahwa di negara-negara Asia, dan juga di belahan dunia lainnya, terdapat berbagai tantangan untuk memperluas pencampuran bioetanol dalam bensin di tingkat nasional, seperti infrastruktur, biaya, ketersediaan produk, dan masalah regulasi. Semua topik ini akan dibahas di Bioethanol Talks: Indonesia.

Comments are closed.